Saturday, July 13, 2013

Lebih teliti Menilai

 

Kesopansantunan tidaklah selamanya sesuatu pertanda kebaikan. Kebusukan dapat tersembunyi rapat-rapat seperti ulat di dalam buah apel atau terutama petai yang hijau memikat. Dalam kehidupan, tidaklah ada yang menjadi standar satu-satunya dan terutama dalam mengukur kebaikan, kebenaran, maupun keindahan. Penampilan yang kelihatannya sholeh dan alim bukanlah indikasi kebenaran dan kebaikan seseorang. Orang yang sering berucap kasar karena pendidikan yang rendah bisa jadi memiliki hati yang paling indah dan penuh kasih-sayang. Kota-kota besar yang gemerlap, negeri-negeri yang kuat lagi gagah perkasa, maupun bangsa-bangsa yang maju, tidak selalu menyimpan kemuliaan dan keagungan. Suku-suku di pedalaman yang hanya tidur beratapkan bintang-bintang dan berpakaian sekadarnya bisa jadi adalah guru-guru yang mengajarkan kepada kita artinya menjadi manusia. Air yang terlihat bersih belum tentu aman dikonsumsi, demikian juga makanan-makanan yang terlihat enak belum tentu menyehatkan tubuh. Khotbah-khotbah dari rohaniwan-rohaniwan belum tentu menentramkan jiwa. Bukan sekedar mendengar atau mendendangkan ayat-ayat Ilahi yang dapat mengantarkan kita kepada kehidupan Ilahiah. Bukan sekedar kata-kata bijak bistari yang menyadarkan manusia menemukan hakikatnya. Bukan kesederhanaan maupun kerumitan yang memperkaya maupun memiskinkan. Ada, yang tersembunyi, sekaligus jelas kehadirannya, tercerap oleh panca indera maupun melampaui panca indera, yang terungkap dan tak terungkapkan, untuk memahami segala kekacauan dan keteraturan ini. ...................

*Paradoks. Ramadhan 1*

from :

Chen Chen Muthahari


No comments: