Jalan yang kutempuh ini, di atas Jembatan,
bernama dunia. Nabi Isa as pernah bersabda jangan membangun sesuatu apa
pun di atasnya, sebab kita hanyalah berjalan melewatinya, tugas kita
adalah menjalani kehendak-Nya dan menjadi hamba-hamba-Nya bukan
membangun suatu apapun di atasnya.
Sejak zaman nabi Musa as, Tuhan telah
menetapkan sebuah “Criterion” atau “al-Furqan” atau panduan dasar bagi
pembeda antara yang benar dan yang salah yang tidak akan lekang oleh
zaman dan belum ada suatu dalil pun yang menegaskan bahwa ketetapan
pertama ini telah dicabut pada wahyu-wahyu berikutnya melainkan Allah
terus-menerus memperingatkan atau memfirmankan demi mengingatkan manusia
kembali akan “Criterion” ini. (Lihat alBaqara:51-53, Ali Imran: 2-3,
Araf: 144-145, al-Anbiya: 48-50, al-Furqan: 1)* Ini artinya suatu
konsistensi Wahyu Illahi yang terwahyukan dan terekam dalam jejak
peradaban manusia.
- Tuhan Maha Esa.
- Jangan menyekutukan Tuhan.
- Jangan sembarangan menyembah atau menyebut nama Tuhan.
- Mengingat hari ke-tujuh (Sabat/Sabtu) (Meliburkan para pekerja, berlibur kerja dari 6 hari kerja dan banyak beribadah pada hari libur ini)
- Menghormati orangtua
- Jangan membunuh
- Jangan berzina
- Jangan mencuri
- Jangan berdusta/memfitnah
- Jangan menginginkan hak dan kepunyaan orang lain
Kisah Samiri yang tertuang baik dalam
Taurat maupun al-Qur’an memberikan hikmah luarbiasa bagaimana bani
Israil yang diberikan begitu banyak cobaan dan Tuhan selalu mengabulkan
doa serta permohonan mereka supaya dibantu dan diberkati. Tetapi apa
yang terjadi? Begitu Allah menetapkan bahwa Musa mesti pergi ke Gunung
Sinai dan sebagai pengganti kepemimpinannya atau keimamannya adalah nabi
Harun as, sebagian kelompok dalam umat nabi Musa as menganggap
keputusan tersebut berbau nepotisme karena putra dari bani mereka tidak
mendapat kedudukan yang pantas. Maka, diprovokasi dan dipimpin oleh
Samiri yang disebut Musa as sebagai saudara (tapi sayang nya
berkhianat), mereka mengacuhkan keimaman Harun as, membuat patung lembu
yang bisa bersuara dan memujanya.
Sekarang mari kita lihat Qur’an surah
Anfal (94-110) [lihat catatan kaki], bahwa apa yang terjadi pada zaman
Musa as bukankah tidak mustahil tidak terjadi juga pada zaman Muhammad
saw, karena Allah sendiri yang berfirman dan memperingatkan Rasulullah
saw? Betapa banyak yang akan berpaling sepeninggal beliau, bahkan
langsung saja terjadi ketika jenazah beliau belum dikafani.
Astaghfirullahalaziim!
Tentu,
menyekutukan Tuhan pada zaman umat Muhammad saw menjadi lebih canggih
bukan lagi memuja berhala seperti lembu. Berhala yang bernama Kekuasaan
dan Harta Benda. Menguasai sebanyak mungkin tanah, wilayah,
bangsa-bangsa dan negara-negara. Belum lagi, dengan bangga justru
mengklaim apa yang telah dibangunnya sebagai diberkati Allah swt
(nauzubillahiminzalik!), berikutnya dengan bangga menganggap “membantai”
musuh-musuhnya adalah jihad dan perbuatan mulia, memfitnah ke sana ke
mari dan akhirnya merampas hak-hak orang lain (hak berbudaya dan
bertradisi sesuai asal-muasal nenek-moyang mereka, bahkan hak
menjalankan ibadah sesuai keyakinannya sebagaimana Allah telah
menjaminnya dalam alQur’an).
Roh memang penurut (kuat), tetapi daging
itu lemah (mudah kalah), sabda nabi Isa as dalam Injil. Betapa sering
kita merasa kita telah menjadi seorang beriman, menganggap agama yang
kita anut paling sempurna dan paling benar, mazhab yang kita taati
paling sesuai salafus-sholeh atau kita merasa sudah mengikuti teladan
ahlulbayt dengan baik. Lihat saja banyak orang berada di jalan mazhab
cinta pun masih terperosok, menjadi zalim lebih zalim daripada
laknatnya kepada kaum zalim pada saat Ashura, apalagi yang bebal seperti
para pengikut Samiri yang sedang tren saat ini: betapa mereka
diagung-agungkan sebagai yang paling saleh, seolah mereka bersih seperti
malaikat. Astaghfirullah…Astaghfirullah…Astaghfirullah…Di kalangan
bani Israil tidak sedikit yang alim mengaji Taurat dan Mazmur, tetapi
sebagian mereka itu hatinya tetap keras membatu; di kalangan kaum
Nasrani tidak sedikit yang alim mengaji Mazmur dan Injil, tetapi
sebagian mereka itu hatinya tetap keras membatu, begitu pun mereka yang
telah menerima kenabian Muhammad saw, tidak sedikit yang alim mengaji
Qur’an tetapi sebagian dari mereka ini justru hati mereka begitu
dingin, begitu keras, dan begitu bebal. Naudzubillahi min zaliik.
Di tangan siapakah gerangan ketetapan itu berasal, dari Tuhan sajakah atau juga dari manusia?
Jalan yang kutempuh ini, bukan berdiri atas suatu bangunan di atas jembatan sementara ini, itulah agama yang lurus: agama Ibrahim adalah agamaku, agama Musa adalah agamaku, agama Daud adalah agamaku, agama Yesus adalah agamaku, agama Muhammad adalah agamaku. Taurat, Zabur, Injil dan Qur’an bahkan kitab-kitab Hindu menyebutnya agama yang tunduk dan damai dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan YME: Islam bahasa singkatnya. Bukan sekedar Islam suatu omongkosong, suatu bangunan, suatu masjid, suatu organisasi, atau suatu mushaf alQur’an, suatu pakaian berjubah berniqab dan berpendek di atas mata kaki, suatu suara azan, suatu ritual di mesjid-mesjid, atau suatu apapun yang sekedar materi! Melainkan sepenuhnya suatu jalan meliputi materi, esensi, substansi, dan yang lebih penting adalah yang berada dalam kalbu: ketundukan itu sendiri. Betapa hatiku, jiwaku, rohku dapat menggebu-gebu saat mendengar firman-Mu dan ingin segera menaati lagi menjalankannya, tetapi hawa-nafsuku seringkali menguasaiku – kekuasaan, uang, melihat orang-orang secara umum dan secara mayoritas tidak berada dan tidak mendukung dan tidak bersamaku di Jalan ini (padahal Engkau seringkali menegaskan di Jalan ini hanya sedikit sekali orang yang mau mengikuti) . Betapa keegoisanku, dan keinginan tetap meng-aku-kan segala sesuatu dst itu akhirnya mengalahkan hatiku yang cenderung kepada-Mu dan segala ketetapan-Mu. Oh!
Ya, Allah jangan jadikan aku seperti
Samiri, dan jangan jadikan aku seperti para pengikut Samiri, tatkala
Muhammad saw telah tiada dari hadapan mataku bahkan aku belum pernah
berjumpa dengannya, aku justru semena-mena kepada ketetapan-Mu yang
disampaikan kepada sabda baginda saw.
Ya, Allah jadikanlah aku seperti pengikut nabi Nuh as yang tidak peduli cemoohan dan fitnahan mereka yang mengatakan ini tidak masuk akal, itu sesat, ini gila, itu bodoh, dsb sehingga pada saatnya bencana banjir itu tiba, aku telah berada dalam bahtera-Mu bersama mereka yang Engkau pilih : Duhai, sebab Engkau saja-lah penolongku dan melalui Engkau saja-lah kudapatkan pertolongan. Ridhoi dan bimbinglah aku masuk dan teguh memasuki bahtera-Mu.
Amiin ya rabbal alamiin
dari postingan ~ Amin yra. Chen Chen, hamba-MU yang fakir ~
http://gayatriwedotami.wordpress.com/