Assalamualaikum Wr. Wb.
03/21/2003
Sore itu Hasan Al-Bashri sedang duduk-duduk di teras rumahnya. Rupanya ia sedang bersantai makan angin. Tak lama setelah ia duduk bersantai, lewat jenazah dengan iringan-iringan pelayat di belakangnya. Di bawah keranda jenazah yang sedang diusung berjalan gadis kecil sambil terisak-isak. Rambutnya kusut dan terurai, tak beraturan.
Al-Bashri tertarik penampilan gadis kecil tadi. Ia turun dari rumahnya dan turut dalam iringan-iringan.
Ia berjalan di belakang gadis kecil itu.
Di antara tangisan gadis itu terdengar kata-katanya yang menggambarkan kesedihan hatinya.
“Ayah, baru kali ini aku mengalami peristiwa seperti ini”.
Hasan Al-Bashri menyahut ucapan sang gadis kecil, “Ayahmu juga sebelumnya tak mengalami peristiwa seperti ini “.
Keesokan harinya, usai shalat subuh, ketika matahari menampakkan dirinya di ufuk timur, sebagaimana biasanya Al-Bashri duduk diteras rmahnya. Sejurus kemudian, gadis kecil kemarin melintas ke arah makam ayahnya. “ Gadis kecil yang bijak”, gumang Al-Bashri. “Aku akan ikut gadis kecil itu”.
Gadis kecil itu tiba di makam ayahnya. Al-Bashri bersembunyi di balik pohon, mengamati gerak-geriknya secara diam-diam. Gadis kecil itu berjongkok di pinggir gundukan tanah makan. Ia menempelkan pipinya ke atas gundukan tanah itu. Sejurus kemudian, ia meratap dengan kata-kata yang terdengar sekali oleh Al-Bashri.
“Ayah bagaimana keadaamu tinggal sendirian dalam kubur yang gelap gulita tanpa pelita dan tanpa pelipur ?
Ayah, kemarin malam kunyalakan lampu untukmu, semalam siapa yang menyalakannya untukmu ?
Kemarin masih ku bentangkan tikar, kini siapa yang melakukannya, Ayah ?
Kemarin malam aku masih memijatkan kaki dan tanganmu, siapa yang memijatkan semalam, Ayah ?
Kemarin aku yang memberimu minum, siapa yang memberimu yang lain agar engkau merasa nyaman, siapa yang melakukannya untukmu semalam, Ayah ? “
Kemarin malam aku yang menyelimuti engkau, siapa yang menyelimuti engkau semalam, Ayah ?
Ayah, kemarin malam ku perhatikan wajahmu, siapakah yang memperhatikan tadi malam, Ayah ?
Kemarin malam kau memanggilku dan aku menyahut panggilanmu, lantas siapa yang menjawab panggilanmu tadi malam, Ayah ?
Kemarin aku suapi engkau saat kau ingin makan, siapakah yang menyuapimu semalam, Ayah ?
Kemarin malam aku memasakkan aneka makanan untukmu Ayah, tadi malam siapa yang memasakkanmu ?
Mendengar rintihan gadis kecil itu, Hasan Al-Bashri tak tahan menahan tangisanya, Keluarlah ia dari tempat persembunyiannya, lalu menyambut kata-kata gadis kecil itu “.
“Hai, gadis kecil jangan berkata seperti itu. Tetapi, ucapkanlah, “Ayah, ku hadapkan engkau ke arah kiblat, apakah kau masih seperti itu atau telah berubah, Ayah ?”
Kami kafani engkau dengan kafan yang terbaik, masih utuhkan kain kafan itu, atau telah tercabik-cabik, Ayah ?”
Ku letakkan engkau di dalam kubur dengan badan yang utuh,
apakah masih demikian, atau cacing tanah telah menyantapmu, Ayah ? “
“Ulama menatakan bahwa hamba yang mati ditanyakan imannya. Ada yang menjawab dan ada juga tidak menjawab.
“ Bagaimana dengan engkau, Ayah ?”
“Apakah engkau bisa mempertanggungjawabkan imanmu, Ayah ? ataukah, engkau tidak berdaya ? “
“Ulama mengatakan bahwa mereka yang mati akan diganti kain kafannya dengan kain kafan dari surga atau neraka. Engkau mendapat kain kafan dari mana, Ayah ?
“Ayah, kata ulama, orang yang dikebumikan menyesal mengapa tidak memperbanyak amal baik. Orang yang ingkar menyesal dengan tumpukan maksiatnya. Apakah engkau menyesal karena kejelekanmu ataukah amal baik mu yang sedikit, Ayah ?”
“Jika ku panggil, engkau selalu menyahut, kini aku memanggilmu di atas gundukan kuburmu,
lalu mengapa aku tak bisa mendengar sahutanmu, Ayah ?”
“Ayah, engkau sudah tidak ada. Aku sudah bisa menemuimu lagi hingga hari kiamat nanti. Wahai Allah, janganlah kau rintangi pertemuanku dengan ayahku di akhirat nanti “.
Gadis kecil itu menengok kepada Hasan Al-Basri seraya berkata, “ Betapa indah ratapanmu kepada ayahku. Betapa baik bimbingan yang telah ku terima. Engkau ingatkan aku dari lelap lalai “.
Kemudian, Hasan Al-Bashri dan gadis kecil itu meninggalkan makam. Mereka pulang sembari berderai tangis.
No comments:
Post a Comment