Thursday, May 31, 2007

Al-Bashri dan Gadis Kecil

Assalamualaikum Wr. Wb.

03/21/2003

Sore itu Hasan Al-Bashri sedang duduk-duduk di teras rumahnya. Rupanya ia sedang bersantai makan angin. Tak lama setelah ia duduk bersantai, lewat jenazah dengan iringan-iringan pelayat di belakangnya. Di bawah keranda jenazah yang sedang diusung berjalan gadis kecil sambil terisak-isak. Rambutnya kusut dan terurai, tak beraturan.
Al-Bashri tertarik penampilan gadis kecil tadi. Ia turun dari rumahnya dan turut dalam iringan-iringan.
Ia berjalan di belakang gadis kecil itu.
Di antara tangisan gadis itu terdengar kata-katanya yang menggambarkan kesedihan hatinya.
“Ayah, baru kali ini aku mengalami peristiwa seperti ini”.
Hasan Al-Bashri menyahut ucapan sang gadis kecil, “Ayahmu juga sebelumnya tak mengalami peristiwa seperti ini “.
Keesokan harinya, usai shalat subuh, ketika matahari menampakkan dirinya di ufuk timur, sebagaimana biasanya Al-Bashri duduk diteras rmahnya. Sejurus kemudian, gadis kecil kemarin melintas ke arah makam ayahnya. “ Gadis kecil yang bijak”, gumang Al-Bashri. “Aku akan ikut gadis kecil itu”.
Gadis kecil itu tiba di makam ayahnya. Al-Bashri bersembunyi di balik pohon, mengamati gerak-geriknya secara diam-diam. Gadis kecil itu berjongkok di pinggir gundukan tanah makan. Ia menempelkan pipinya ke atas gundukan tanah itu. Sejurus kemudian, ia meratap dengan kata-kata yang terdengar sekali oleh Al-Bashri.
“Ayah bagaimana keadaamu tinggal sendirian dalam kubur yang gelap gulita tanpa pelita dan tanpa pelipur ?
Ayah, kemarin malam kunyalakan lampu untukmu, semalam siapa yang menyalakannya untukmu ?
Kemarin masih ku bentangkan tikar, kini siapa yang melakukannya, Ayah ?
Kemarin malam aku masih memijatkan kaki dan tanganmu, siapa yang memijatkan semalam, Ayah ?
Kemarin aku yang memberimu minum, siapa yang memberimu yang lain agar engkau merasa nyaman, siapa yang melakukannya untukmu semalam, Ayah ? “
Kemarin malam aku yang menyelimuti engkau, siapa yang menyelimuti engkau semalam, Ayah ?
Ayah, kemarin malam ku perhatikan wajahmu, siapakah yang memperhatikan tadi malam, Ayah ?
Kemarin malam kau memanggilku dan aku menyahut panggilanmu, lantas siapa yang menjawab panggilanmu tadi malam, Ayah ?
Kemarin aku suapi engkau saat kau ingin makan, siapakah yang menyuapimu semalam, Ayah ?
Kemarin malam aku memasakkan aneka makanan untukmu Ayah, tadi malam siapa yang memasakkanmu ?
Mendengar rintihan gadis kecil itu, Hasan Al-Bashri tak tahan menahan tangisanya, Keluarlah ia dari tempat persembunyiannya, lalu menyambut kata-kata gadis kecil itu “.
“Hai, gadis kecil jangan berkata seperti itu. Tetapi, ucapkanlah, “Ayah, ku hadapkan engkau ke arah kiblat, apakah kau masih seperti itu atau telah berubah, Ayah ?”
Kami kafani engkau dengan kafan yang terbaik, masih utuhkan kain kafan itu, atau telah tercabik-cabik, Ayah ?”
Ku letakkan engkau di dalam kubur dengan badan yang utuh,
apakah masih demikian, atau cacing tanah telah menyantapmu, Ayah ? “
“Ulama menatakan bahwa hamba yang mati ditanyakan imannya. Ada yang menjawab dan ada juga tidak menjawab.
“ Bagaimana dengan engkau, Ayah ?”
“Apakah engkau bisa mempertanggungjawabkan imanmu, Ayah ? ataukah, engkau tidak berdaya ? “
“Ulama mengatakan bahwa mereka yang mati akan diganti kain kafannya dengan kain kafan dari surga atau neraka. Engkau mendapat kain kafan dari mana, Ayah ?
“Ayah, kata ulama, orang yang dikebumikan menyesal mengapa tidak memperbanyak amal baik. Orang yang ingkar menyesal dengan tumpukan maksiatnya. Apakah engkau menyesal karena kejelekanmu ataukah amal baik mu yang sedikit, Ayah ?”
“Jika ku panggil, engkau selalu menyahut, kini aku memanggilmu di atas gundukan kuburmu,
lalu mengapa aku tak bisa mendengar sahutanmu, Ayah ?”
“Ayah, engkau sudah tidak ada. Aku sudah bisa menemuimu lagi hingga hari kiamat nanti. Wahai Allah, janganlah kau rintangi pertemuanku dengan ayahku di akhirat nanti “.
Gadis kecil itu menengok kepada Hasan Al-Basri seraya berkata, “ Betapa indah ratapanmu kepada ayahku. Betapa baik bimbingan yang telah ku terima. Engkau ingatkan aku dari lelap lalai “.
Kemudian, Hasan Al-Bashri dan gadis kecil itu meninggalkan makam. Mereka pulang sembari berderai tangis.

Monday, May 28, 2007

Ketika Cinta Tidak Harus Berwujud Bunga

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.
Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.
Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal. Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian. "Mengapa?", dia bertanya dengan terkejut. "Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan". Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapatmengekspresikan perasaannya sendiri, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk mengubahpikiranmu?". Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab denganpelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan mengubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"
Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok". Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coret-coretan tangannya di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan... "Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya". Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya. "Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya."
"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang".
"Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu."
"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baikmu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.""Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu khawatir kamu akan menjadi 'aneh'. Dan harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami."
"Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untukkesehatan matamu, maka saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tuananti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabutiubanmu.""Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu".
"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku."
"Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya mencintaimu." Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikantanganku, kakiku, mataku, dan itu semua tidak cukup bagimu. Aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu."
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya. "Dan sekarang, sayangku, kamu telah selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu."
"Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskanbarang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah,bahagiaku bila kau bahagia."
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintudengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangankita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.
Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".

Friday, May 25, 2007

Gw lagi Mikir nih

Testong testong...
Allow...ni post kedua setelah pantun kmaren
mo ngisi apa ya?hm.....hm.....gimana kalo gw mikir dulu,
ntar kalo dah dapet ide ta posting deh untuk postingan ke 3, hihihii....
ok friends gw mikir duluw.......

Monday, May 21, 2007

Testong

Ikan teri makan cebong
Kalo berani isi blognya dong